Halaman

About

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
PRIVATE ENTREPRENEURIAL MODEL UNIVERSITY By.UNESCO
E-learning Amikom Research Amikom Wisuda Amikom PMB Amikom Kabar IT

Selasa, 05 Maret 2013

KORUPSI


Halaman pertama sudah dibuka dan semua orang sudah membacanya. Anas Urbaningrum dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sangkaannya? Tentu saja korupsi. Memangnya KPK bisa menjadikan seseorang – walau orang ini jelas-jelas suka berdusta, umpamanya - menjadi tersangka dengan sangkaan melakukan ‘perbuatan yang tidak menyenangkan’? Kalau KPK memasang label tersangka pada seseorang maka sangkaannya pastilah korupsi.

Tetapi halaman pertama ini sebenarnya bukan saja kurang penting atau tidak terlalu penting tetapi juga sangat terlambat. Seharusnya pendusta yang satu ini sudah sejak bertahun-tahun lalu dijadikan tersangka, lalu terdakwa, dan jika terbukti, ya terpidana. Lalu apa yang lebih penting? Yang lebih penting dan sedang sedang ditunggu-tunggu banyak orang tentu saja halaman dua, halaman tiga, dan halaman-halaman lainnya, yang menurut sang tersangka, pasti akan segera ditulisnya demi kebaikan bangsa dan negara, walau tentu saja banyak orang awam yang sudah bisa menebak apa isi halaman dua, tiga dan seterusnya.

Seorang pendusta tetap saja dapat mengungkapkan sesuatu yang jujur dan benar. Ini tidak perlu diragukan. Begitu juga dengan tersangka yang satu ini. Hampir pasti akan ada banyak kejujuran dan kebenaran yang akan teruar dari orang yang satu ini. Kejujuran dan kebenaran inilah yang ditunggu – walau sebenarnya orang awam sudah lama tahu semuanya. Sayangnya kejujuran dan kebenaran ini menjadi berkurang nilai dan mutunya – bukan dari sudut pandang hukum tentu saja tetapi dari sudut pandang etika dan moral – manakala dusta guna menutupi keterlibatan sang tersangka dalam banyak hal – termasuk korupsi bukit berhantu Hambalang – terus saja dikumandangkan.

Bagaimana apresiasi dapat diberikan pada kejujuran dan kebenaran manakala pada saat yang sama semua orang merasakan dusta yang mendalam dan berkepanjangan juga terus dikumandangkan dengan mengatakan bahwa dia sama sekali tidak ada hubungan dan tidak menahu tentang kasus Hambalang? Apakah ini paradoks tingkat tinggi, ironi pekatnya mata hati dan nurani, atau hanya ketololan dan kegelapan mata biasa orang yang semakin yakin bahwa cita-citanya menjadi orang nomer satu di negeri ini pupus dan sirna? Silahkan dinilai sendiri.

Yang jelas kesalahan dan dosa seseorang tidak mungkin berkurang semata-mata hanya dengan menunjukkan kesalahan dan dosa orang lain. Berkurangnya dosa dan kesalahan sudah pasti tidak mungkin, bertambah malah ada peluangnya. 

Menyaksikan bagaimana orang-orang penting, berkuasa, punya kedudukan dengan tidak tahu malu terus menerus berdusta di depan publik dengan menggunakan segala macam sarana yang tersedia, termasuk ajaran agama, ternyata hampir setiap hari menjadi kegiatan rutin. Lalu bagaimana orang-orang biasa menanggapinya? Tentu saja mereka muak tetapi seperti kebiasaan orang-orang biasa, mereka mampu merasa muak dan kemudian menyimpan rasa muak itu dalam-dalam di lumbung-lumbung nurani yang pintunya dikunci rapat-rapat dalam kesunyian dan keheningan. Orang-orang awam lebih banyak yang memilih untuk diam dan tidak berbicara. Muak tetapi mampu tetap diam. Benar-benar sebuah kemampuan yang luar biasa.

Genta dari istana sudah bergemerincing. Tuahnya tampak. Genta halaman pertama untuk istana juga sudah dibunyikan. Tuahnya? Masih harus ditunggu. Tetapi apa pun yang terjadi semoga kedamaian dan kesejahteraan selalu berkenan dilimpahkan oleh yang mahakuasa untuk negeri ini dan juga untuk semua negara di dunia. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar